Badung, 30/01/20 – Di tengah perhatian dunia soal virus corona dari Wuhan, China, harga emas dunia menguat tipis pada perdagangan Rabu kemarin (29/1/2020) setelah sempat melemah di awal perdagangan.
Virus corona yang terus memakan korban jiwa masih menjadi perhatian pasar hari ini, tapi pasar fokus ke pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Kamis (30/1/2020) dini hari tadi malam.
Mengutip CNBC International, jumlah korban meninggal akibat virus corona hingga di China bertambah menjadi 133 orang, dan telah menjangkiti 5.974 orang. Selain itu sebanyak 103 orang dilaporkan sudah sembuh.
Virus corona pertama kali muncul di kota Wuhan China, dan kini telah menyebar setidaknya ke 16 negara. Kota Wuhan dengan jumlah penduduk mencapai 11 juta jiwa sudah diisolasi oleh pemerintah China.
Hasil riset S&P menunjukkan virus corona akan memangkas pertumbuhan ekonomi China sebesar 1,2%.
Ketika perekonomian China memburuk, maka kondisi ekonomi global akan turut menurun karena China merupakan negara dengan nilai ekonomi terbesar kedua di dunia setelah AS.
Saat hal tersebut terjadi, aset-aset berisiko akan dihindari oleh pelaku pasar, dan aset safe haven menjadi target investasi.
Tetapi nyatanya harga emas justru melemah 1% pada perdagangan Selasa. Pergerakan tersebut menunjukkan emas menanti pengumuman kebijakan moneter The Fed.
Pada akhir tahun lalu, The Fed menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini, serta membanjiri likuiditas di pasar melalui program repurchase agreement (repo). Banjir likuiditas di pasar tersebut menjadi salah satu alasan harga emas masih tetap menanjak di akhir 2019 meski bursa saham AS juga mencetak rekor tertinggi.
Program tersebut diluncurkan setelah pasar uang antar bank (PUAB) di AS sedang mengalami pengetatan, bahkan suku bunga overnight mencapai 10%, sebagaimana dilansir nasdaq.com.
Untuk mencegah gejolak finansial, The Fed melakukan operasi moneter dengan repo. Caranya, mereka membeli surat-surat berharga seperti obligasi pemerintah AS jangka pendek (Treasury Bill), efek beragun aset (EBA), dan surat berharga lain dari bank konvensional. Selanjutnya, bank konvensional bisa kembali membeli surat berharga itu beberapa hari atau minggu kemudian, dengan bunga lebih rendah.
Pada Rabu (29/1/2020), bank sentral Amerika Serikat The Fed mempertahankan suku bunga acuannya. Federal Open Market Committe (FOMC) tetap mematok suku bunga di rentang 1,5 hingga 1,75%.
Emas merupakan aset yang sangat sensitif dengan suku bunga maupun tingginya likuiditas di pasar.
Logam mulai merupakan aset tanpa imbal hasil, suku bunga rendah di AS membuat opportunity cost atau atau biaya yang ditanggung karena memilih investasi emas, dibandingkan investasi lainnya, misalnya obligasi AS.
Selain itu emas secara tradisional juga dianggap sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi Ketika pasar dibanjiri likuiditas, maka inflasi kemungkinan akan naik, dan daya tarik emas akan meningkat.
Suku bunga yang tidak akan dinaikkan di tahun ini, dan kelanjutan program repo oleh The Fed akan membuka ruang emas untuk mendekati level US$ 1.600/troy ons.
Secara teknikal, emas mendapat momentum penguatan setelah menembus ke atas level kunci US$ 1.569/troy ons saat penutupan perdagangan Jumat (24/1/2020) pekan lalu. Dan selama mampu bertahan di atas level tersebut, emas berpeluang menuju US$ 1.600/troy ons ke depannya.
SOURCE : CNBC INDONESIA